Sabtu, 18 Agustus 2012
Idul Fitri 1433 H
Sabtu, 14 Juli 2012
Berbenah Menyambut Ramadhan
Sebentar lagi seluruh umat Islam akan menjalan ibadah puasa Ramadhan. Puasa di bulan Ramadhan memang ibadah yang paling banyak ditunggu-tunggu umat Islam. Karena itu, dalam beberapa hari kedepan, untaian kalimat Marhaban ya Ramadhan, selamat datang bulan suci Ramadhan patut kita kumandangkan.
Namun, marhaban ya Ramadhan sepatutnya bukan sekadar ucapan selamat datang yang terlontar dari mulut belaka. Bukan pula dengan berprilaku konsumtif, mengikuti ajakan iklan di tayangan televisi. Maklum, menjelang Ramadhan ini, berbagai komoditas yang diproduksi dengan sensibilitas keagamaan dilempar ke pasar dan diiklankan.
Tanpa kita sadari, umat Islam pada setiap momentum Ramadhan tiba selalu diposisikan sebagai konsumen potensial untuk meraup keuntungan bisnis. Sepertinya ibadah puasa nantinya kurang sempurna jika tidak mengkonsumsi makanan serta minuman tertentu yang diiklankan dengan mengatasnamakan agama.
Sungguh disayangkan jika kita termasuk ‘korban’ dan masuk kaum konsumtif. Subtansi penyambutan Ramadhan yang benar-benar diharuskan Islam telah kita tinggalkan. Yang ada hanya kita mengikuti ajakan konsumerisme, yang sebenarnya telah menjauh dari esensi penyambutan Ramadhan.
Marhaban ya Ramadhan, sepatunya kita menyambut bulan penuh keberkahan itu dengan berbenah diri. Perbuatan-perbuatan tercela, tidak terpuji, kebohongan, kemalasan dan perbuatan-perbuatan negatif yang (mungkin) kita telah lakukan sebelumnya harus segera ditinggalkan. Kita sambut Ramadhan dengan hati yang bersih dan jernih. Berbenah diri untuk menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh.
Ibadah puasa di bulan suci ini yang diwajibkan untuk orang-orang beriman di seluruh dunia bukan sekadar ibadah. Ibadah puasa di bulan Ramadhan sangat berbeda dengan ibadah lain. Sebab, puasa adalah ibadah ‘rahasia’. Artinya, orang itu berpuasa atau tidak hanyalah orang berpuasa itu sendiri dan Allah saja yang mengetahuinya.
Ramadhan adalah bulan penyemangat. Bulan yang mengisi kembali baterai jiwa setiap muslim. Ramadhan sebagai “Shahrul Ibadah” harus kita maknai dengan semangat pengamalan ibadah yang sempurna. Ramadhan sebagai “Shahrul Fath” (bulan kemenangan) harus kita maknai dengan memenangkan kebaikan atas segala keburukan. Ramadhan sebagai "Shahrul Huda" (bulan petunjuk) harus kita implementasikan dengan semangat mengajak kepada jalan yang benar, kepada ajaran Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad Saw.
Ramadhan sebagai "Shahrus-Salam" harus kita maknai dengan mempromosikan perdamaian dan keteduhan. Ramadhan sebagai “Shahrul-Jihad” (bulan perjuangan) harus kita realisasikan dengan perjuangan menentang kedzaliman dan ketidakadilan di muka bumi ini. Ramadhan sebagai “Shahrul Maghfirah” harus kita hiasi dengan meminta dan memberiakan ampunan.
Ramadhan juga sebagai bulan kesabaran, maka kita harus melatih untuk sabar dalam menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al-Quran adalah ‘gigih dan ulet’ seperti yang dimaksud dalam (QS. Ali Imran/3: 146).
Semoga dengan mempersiapkan diri kita secara baik dan merencanakan aktivitas dan ibadah-ibadah dengan ihlas, serta berniat “liwajhillah wa limardlatillah”, karena Allah dan karena mencari ridha Allah, kita mendapatkan kedua kebahagiaan tersebut, yaitu "sa'adatud-daarain" kebahagiaan dunia dan akherat. Semoga kita bisa mengisi Ramadhan tidak hanya dengan kuantitas harinya, namun lebih dari pada itu kita juga memperhatikan kualitas puasa kita.
Mengakhiri hikmah ini, ada baiknya kita mendengarkan kisah Khalifah Umar bin Khathab. Suatu ketika Umar pernah menghukum Amru bin Ash, sang gubernur Mesir kala itu yang berbuat semena-mena terhadap seorang rakyatnya yang miskin.
Seorang gubernur yang bertugas di Hamash, Abdullah bin Qathin pernah dilucuti pakaiannya oleh Umar. Sang khalifah menyuruh menggantinya dengan baju gembala. Bukan itu saja, si gubernur diminta menjadi penggembala domba sebenarnya untuk beberapa saat. Hal itu dilakukan Umar karena sang gubernur membangun rumah mewah buat dirinya.
“Aku tidak pernah menyuruhmu membangun rumah mewah!” ucap Umar begitu tegas.
Esensi puasa Ramadhan juga memberikan nilai ajaran agar orang yang beriman dan bertakwa mengikuti tuntunan Nabi saw yang hidupnya sangat sederhana. Dalam sebuah hadist, Rasulullah juga bersabda, “Berhentilah kamu makan sebelum kenyang.”
Semoga di bulan Ramadhan nanti, kita bisa mengambil hikmah untuk bisa menjalankan hidup sederhana. Aamiin. (REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr HM Harry Mulya Zein)
Jumat, 29 Juni 2012
7 Amalan yang Pahalanya Mengalir Terus
Hadis tentang amal jariyah yang populer dari Abu Hurairah menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila anak Adam (manusia) wafat, maka terputuslah semua (pahala) amal perbuatannya kecuali tiga macam perbuatan, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya" (HR. Muslim).
Selain dari ketiga jenis perbuatan di atas, ada lagi beberapa macam perbuatan yang tergolong dalam amal jariah.
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya diantara amal kebaikan yang mendatangkan pahala setelah orang yang melakukannya wafat ialah ilmu yang disebarluaskannya, anak saleh yang ditinggalkannya, mushaf (kitab-kitab keagamaan) yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah yang dibangunnya untuk penginapan orang yang sedang dalam perjalanan. sungai yang dialirkannya untuk kepentingan orang banyak, dan harta yang disedekahkannya” (HR. Ibnu Majah).
Di dalam hadis ini disebut tujuh macam amal yang tergolong amal jariah sebagai berikut.
1. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal, seperti diskusi, ceramah, dakwah, dan sebagainya. Termasuk dalam kategori ini adalah menulis buku yang berguna dan mempublikasikannya.
2. Mendidik anak menjadi anak yang saleh. Anak yang saleh akan selalu berbuat kebaikan di dunia. Menurut keterangan hadis ini, kebaikan yang dipeibuat oleh anak saleh pahalanya sampai kepada orang tua yang mendidiknya yang telah wafat tanpa mengurangi nilai/pahala yang diterima oleh anak tadi.
3. Mewariskan mushaf (buku agama) kepada orang-orang yang dapat memanfaatkannya untuk kebaikan diri dan masyarakatnya.
4. Membangun masjid. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi SAW, ”Barangsiapa yang membangun sebuah masjid karena Allah walau sekecil apa pun, maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di surga” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Orang yang membangun masjid tersebut akan menerima pahala seperti pahala orang yang beribadah di masjid itu.
5. Membangun rumah atau pondokan bagi orang-orang yang bepergian untuk kebaikan. Setiap orang yang memanfaatkannya, baik untuk istirahat sebentar maupun untuk bermalam dan kegunaan lain yang bukan untuk maksiat, akan mengalirkan pahala kepada orang yang membangunnya.
6. Mengalirkan air secara baik dan bersih ke tampat-tempat orang yang membutuhkannya atau menggali sumur di tempat yang sering dilalui atau didiami orang banyak. Setelah orang yang mengalirkan air itu wafat dan air itu tetap mengalir serta terpelihara dari kecemaran dan dimanfaatkan orang yang hidup maka ia mendapat pahala yang terus mengalir.
Semakin banyak orang yang memanfaatkannya semakin banyak ia menerima pahala di akhirat. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa membangun sebuah sumur lalu diminum oleh jin atau burung yang kehausan, maka Allah akan memberinya pahala kelak di hari kiamat.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Majah).
7. Menyedekahkan sebagian harta. Sedekah yang diberikan secara ikhlas akan mendatangkan pahala yang berlipat ganda.
Sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
(disadur dari Republika On Line)
Rabu, 25 April 2012
Inilah Sepuluh Alasan Mengapa Islam Mengharamkan Babi
Pertama, babi adalah container (tempat penampung) penyakit.
Kedua, daging babi empuk.
Ketiga, menurut Prof. A.V. Nalbandov (Penulis buku : Adap-tif Physiology on Mammals and Birds) menyebutkan bahwa kantung urine (vesica urinaria) babi sering bocor, sehingga urine babi merembes ke dalam daging. Akibatnya, daging babi tercemar kotoran yang mestinya dibuang bersama urine.
Keempat, Lemak punggung (back fat) tebal dan mudah rusak oleh proses ransiditas oksidatif (tengik), tidak layak dikonsumsi manusia.
Kelima, babi merupakan carrier virus/penyakit Flu Burung (Avian influenza) dan Flu Babi (Swine Influenza).
Ketujuh, Dr. Murad Hoffman (Doktor ahli & penulis dari Jerman) menulis bahwa Memakan babi yang terjangkiti cacing babi tidak hanya berbahaya, tapi juga menyebabkan peningkatan kolesterol tubuh dan memperlambat proses penguraian protein dalam tubuh.
Kedelapan, penelitian ilmiah di Cina dan Swedia menyebutkan bahwa daging babi merupakan penyebab utama kanker anus dan usus besar.
Kesembilan, Dr Muhammad Abdul Khair (penulis buku : Ijtihaadaat fi at Tafsir Al Qur’an al Kariim) menuliskan bahwa daging babi mengandung benih-benih cacing pita dan Trachenea lolipia. Cacing tersebut berpindah kepada manusia yang mengkonsumsi daging babi.
Kesepuluh, DNA babi mirip dengan manusia, sehingga sifat buruk babi dapat menular ke manusia. Beberapa sifat buruk babi seperti, Binatang paling rakus, kotor, dan jorok di kelasnya, Kemudian kerakusannya tidak tertandingi hewan lain, serta suka memakan bangkai dan kotorannya sendiri dan Kotoran manusia pun dimakannya. Sangat suka berada di tempat yang basah dan kotor. Untuk memuaskan sifat rakusnya, bila tidak ada lagi yang dimakan, ia muntahkan isi perutnya, lalu dimakan kembali. Lebih lanjut Kadang ia mengencingi pakannya terlebih dahulu sebelum dimakan.
Selasa, 14 Februari 2012
Pantai Ngebum Kaliwungu wisata 'murah meriah'
“Murah meriah” itulah kesan bila kita berkunjung di ngebum, terutama bagi pengunjung yang berkantong tipis, kiranya cukup dapat menghibur bagi keluarga. Tiket masuk hanya Rp. 2000 perorang. Suasana akan bertambah indah bila kita berkunjung pada pagi hari setelah subuh sambil menunggu terbitnya matahari dan melihat perahu-perahu nelayan dan kapal-kapal dari PT KLI.
Sebetulnya di kaliwungu ada wisata religi yaitu ziarah di makam-makam para ulama penyebar agama Islam di wilayah Kabupaten Kendal khususnya di kec. Kaliwungu. Dan tidak kalah menariknya oleh-oleh yang bisa buat kenang-kenangan makanan ringan khas kaliwungu ‘krupuk usek’ ;( krupuk goreng wedi).
Bila kita berkunjung di Kabupaten Kendal selain Kaliwungu ada alternatif obyek yang dapat dikunjungi, diantaranya air terjun curug sewu, kebun buah Plantera di Kec. Patean, pemandian air panas nglimut Gonoharjo, kampoeng Jowo Sekatul di Kec. Limbangan, Wisata air Nusantara di Kec. Boja, Goa Kiskendo di Kec. Singorojo, dan di kawasan pantura ada Pantai Si kucing dan Pantai Cahaya dengan atraksi lumba-lumba dan satwa langka di kec. Weleri . Dan sekarang selamat rekreasi bersama keluarga, Monggo pilih sing pundhi !
Senin, 06 Februari 2012
Tradisi Weh-wehan: Sambut Maulid Nabi Muhammad saw
Ada hal yang menarik setiap bulan Rabiul Awal tiba, khususnya di kota santri Kaliwungu Kendal. Pada saat mauludan, begitu orang menyebutnya, ada kemeriaahan di kampung-kampung menyambut kelahiran Nabi Muhammad saw, disamping pembacaan “barzanji” yang dimulai sejak tanggal 1 sampai tanggal 12 Rabiul Awal ada tradisi turun temurun di kota kecil itu, yaitu tradisi saling memberi dan menerima makanan kecil atau jajan antar tetangga yang dikenal dengan istilah “Weh-wehan” . Makanan khas pun sering muncul hanya pada saat acara tersebut; seperti sumpil (sejenis lontong namun bungkusnya dari daun bambu yang dibungkus segi tiga) disajikan dengan sambal kelapa muda, ketan abang ijo, ndok mimi (namun sekarang langka), dan sebagainya. Namun sekarang sejalan dengan perkembangan zaman masyarakat mencari praktisnya dengan mengeluarkan makanan ringan yang siap saji dari toko-toko modern.
Kemeriahan di Kaliwungu (tempat kecil penulis), dulu setiap bulan mulud (baca; Rabiul Awal) setiap rumahpun menghias terasnya dengan lampu-lampu hias tradisional dari bahan kertas warna dan lampu minyak tanah, dengan aneka bentuk yang lebih akrab disebut “Teng-tengan”. Hal ini pun sekarang semakin hilang bahkan punah, diganti dengan lampu warna-warni elektronik.
Masjid al Muttaqin biasanya menjadi sentral kegiatan yaitu dengan digelarnya festival al Muttaqin untuk menyambut kemeriahan peringatan Maulid Nabi. Lomba-lomba diadakan untuk melestarikan budaya lokal tersebut seperti; lomba rebana, teng-tengan, weh-wehan, baca al Qur’an, kaligrafi dan lain-lain.
Bila bulan mulud serasa ada kerinduan untuk mengenang masa kecil di kota santri yang dulu masih asli dengan nuansa ngaji yang kental, dan orang-orang sarungan, sungguh ‘ngangeni’. Bagaimana dulu senangnya bila sore hari memakai baju baru dan segera mengantar weh-wehan ke para tetangga dan saudara dan malam harinya mengikuti ‘barzanji” di musholla berdinding kayu.
Aduh sekarang tergerus dengan industrialisasi yang masuk ke kota santri sejak era 80-an, merubah sedikit demi sedikit nuansa kota santri menjadi sedikit berubah. Semoga terkenang!